Wednesday, 21 November 2012

Ketika Janin Menghujat

Seperti yang pernah gue ceritakan di postingan sebelumnya bahwa tahun lalu, gue pernah magang di salah satu puskesmas di Jogja. Baru seminggu pertama gue mulai magang, gue udah menemukan 1 pasien yang married by accident, dan 3 pasien yang menikah siri karena “tekdung” duluan. Dalam hal ini merupakan hal yang memilukan bagi para perempuan. Kebayang nggak sih dengan mudahnya mereka merelakan kesuciannya direnggut oleh seorang lelaki dengan tanpa ikatan suci pernikahan? Mereka bahkan berasal dari luar Jogja dan statusnya masih menjadi mahasiswa. Sejujurnya, yang gue perlu iba itu kepada orang tuanya. Mereka dengan susah payah kerja keras membanting tulang hanya untuk bisa membiayai anak-anaknya sekolah di luar kota, tetapi dengan tidak amanahnya, anak-anak mereka malah mengacaukan mimpi dan harapan orang tuanya. Kalo menurut gue sih, orang-orang macem itu, otaknya dikelilingi nafsu, dan di benaknya yang namanya kumpul kebo itu kayak tagline iklan “Mie Burung Dara”, enaknya nyambuunggg teruuuusss…

Di sisi lain, tindakan mereka dibayar setidaknya dengan tanggung jawab yang akhirnya mereka harus lakukan. Pada akhirnya, makhluk titipan Allah itu pun dipelihara dengan baik selama di rahim, nggak ada niatan dalam diri mereka untuk melakukan abortus provokatus criminalis (pengakhiran kehamilan sebelum usia 20 minggu yang berlangsung dengan tindakan sengaja/ bentuk kriminal). Hal tersebut di awal memang sangat nggak bisa dimaafkan, karena perbuatan zina yang mereka lakukan yang pada akhirnya membuahkan hasil sebuah makhluk titipan Allah yang nggak berdosa dan tak ternilai harganya, namun pada akhirnya, mereka yang bersedia merawat janin dalam rahimnya dan merawat hingga besar nanti dengan kasih sayang, itu bikin gue luluh juga. At least, berani bertindak, berani bertanggung jawab.

Hal semacam itu yang gue dapet di Indonesia sangat bertolak belakang dengan pengalaman yang gue dapatkan saat gue training dan internship di Taipei, R.O.C (Taiwan). Gue lebih miris lagi ketika mengetahui bahwa menghilangkan nyawa janin sama gampangnya dengan mengupas pepaya. Di Taiwan, nggak sedikit mereka, para perempuan yang mengalami hamil di luar nikah meminta bantuan dokter kandungan untuk melakukan aborsi. Karena memang rules-nya di sana amat sangat mudah, yang penting ada persetujuan dari pihak wanita dan pria, atau keluarga dari salah satu pihak untuk melakukan abortus provokatus criminalis. Kemudian setelahnya, dokter hanya mengatur waktu janjian pada pasiennya untuk membantu melakukan tindakan pengguguran kandungan tersebut. Hal tersebut legal, dan bukan hanya di klinik swasta saja, bahkan terkadang dokter di rumah sakit negeri pun bersedia membantu. Belum ada juga undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut, karena hamil dan melahirkan adalah hak setiap orang yang nggak bisa diganggu gugat.

Selama gue di salah satu klinik swasta di Xinzhuang District, gue menemui 3 pasien yang ingin menggugurkan kandungannya. Bermacam alasan diutarakan oleh dokter kandungan di klinik tersebut:

Pasien pertama beralasan karena masih SMA dan belum siap untuk hamil dan melahirkan.
Pasien kedua sudah memiliki 2 anak, dan biaya pendidikan di Taiwan sangatlah mahal, maka pasien tersebut beserta suaminya merasa nggak sanggup untuk memiliki 1 tanggungan anak lagi, oleh karena itu aborsi adalah solusi utama.
Pasien ketiga ini yang punya alasan berbeda, walaupun sudah bersuami, tetapi dia belum siap untuk hamil dan melahirkan. Seperti yang telah diketahui, bahwa di Taiwan, ketika mereka memiliki anak, maka semua harus direncanakan dengan baik di awal dari mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, jangan sampai anak tersebut lahir dan dibesarkan dengan kondisi yang buruk.

Pernah nggak sih, kalian berfikir gimana ya kalo janin bisa curhat? Gue pernah baca twit2 dari akun @WOWKonyol soal janin yang bisa ngomong dan protes ke orang tuanya. Maka, gue jadi pengen berimajinasi deh kalo mereka curhat pasti yang diomongin seputar hal-hal kayak di bawah ini:

Janin: “Mama, mungkinkah memang kehadiranku pasti akan membuatmu sedih? Aku bahkan baru hampir 5 minggu merasakan hangatnya tinggal di rahim Mama. Dan tahukah kau, Mama, bahwa jantungku bahkan sudah berfungsi dan mulai berdetak. Tetapi mengapa harus aku alami sakitnya dipaksa keluar dengan sendok kuretase yang sangat tajam itu? Jika memang rasa sakitku ini membuatmu bahagia, maka aku rela.”

Atau mungkin juga, mereka terlalu emosi dan curhatnya jadi kayak gini…
Janin: “Menyakiti aku sama dengan menyakiti alat reproduksimu sendiri, Ma. Hilangnya aku belum tentu suatu hari nanti Mama bisa punya anak lagi.”

Janin: “Ibu, awalnya aku berfikir Ibu adalah (i)nilah (b)idadarik(u). Tapi sekarang enggak lagi sejak Ibu berusaha dengan segala upaya mengeluarkanku dari rahimmu yang hangat. Bagiku saat ini, Ibu adalah (i)nilah (b)usuknya dirim(u).”

            Yang ini janin g4uL…
            Janin: “Nyawa gue mau dienyahkan?! Ciyus? Cungguh? Enelan? Miapah?”
         Dan sesungguhnya banyak lagi hujatan yang terucap dari bibir suci janin :(.
So, girls, nggak usah memulai kalo takut untuk mengakhiri. Dan kalo kalian emang nggak bisa tanggung jawab, maka jangan harap kalian akan menjadi dewasa. Ketika pertama kali “berhubungan” dan kemudian hasilya “positif”, maka Allah udah percaya bahwa kalian mampu merawat titipannya. Terus, masih ada lagi yang mau aborsi???


No comments:

Post a Comment