***Sebenernya ada beberapa hal yang sensitif yang sepertinya harus gue ilangin. takut dapet teguran keras boook. Namun saya tidak menutup diri untuk mendapat kritik. karna walaupun sifatnya pedas sepedas cabe rawit yang dikawin silang dengan hexos, kritik itu sangat membangun. Selamat membaca :D***
Di antara kalian,
adakah yang belum pernah sama sekali mengecap pahitnya keadaan ketika
dipojokkan oleh kaum senior? Yak, jawabannya gue yakin pasti semua orang pernah
mengalami, tak terkecuali Adam Suseno. Anyway,
kalo ngomongin masalah senioritas-junioritas di Indonesia kayaknya emang nggak
akan pernah ada habisnya deh, dan pasti junior itu harus selalu kalah dan
ngalah. Hal ini gue pikir sejenis kayak “mekanisme pertahanan ego kaum senior”.
Si junior harus dan wajib ‘ain buat memenuhi semua perintah si senior. Apabila
si junior sekali saja menolak apa yang diminta oleh si senior, maka laut akan
terbelah, kemudian keris empu gandring dengan dahsatnya bisa terhujam tepat di
jantung junior, lalu dengan gagahnya si senior berkata, “Beri aku 1 junior yang
membangkang lagi, maka akan aku rebut Ashanti dari tangan Anang!” Oke, gue
mulai ngelantur. Yang jelas, rasa pahit menghadapi senior yang kejam itu kayak
minum kopi hitam pekat dan pahit sambil ngemil brotowali.
Unfortunately,
as long as I know, senioritas-junioritas itu sudah
diperkenalkan sejak dini di Indonesia. Kalian menyadari nggak sih, kalau
semenjak duduk di bangku SD sampe duduk di bangku perkantoran, senioritas dan
junioritas tak pernah lekang oleh waktu.
Menurut pengamatan gue
selama ini, ada 2 macam tipe junioritas-senioritas di bumi ini. Yang pertama,
soal umur yang lebih tua. Kalo ini bisa dilihat di mana-mana, dari mulai
angkutan umum sampe angkutan pembuangan hajat alias toilet. Makin banyak
umurnya, makin banyak ubannya, makin banyak keriput di mukanya yang melebihi
banyaknya angka jomblo di Indonesia, makin dihormati, ditakuti, dan diseganilah
mereka. Bisa dibilang mereka ini adalah senioritas murni. Kata-kata yang keluar
dari mulutnya yang manis semanis janji-janji pejabat, nggak terbantahkan.
Apapun yang terjadi, apa yang mereka titahkan dan lakukan adalah benar adanya.
Tipe senior yang semacam itu mayoritas ada di sekolah, kampus, dan
tempat-tempat umum lainnya, termasuk WC umum.
Yang kedua adalah
senioritas karena jabatan yang lebih tinggi. Gak peduli umurnya lebih muda,
kalo jabatannya lebih tinggi dari sasakannya ibu Ani Yudoyono, tetep aja
disegani dan ditakuti junior bawahannya. Tipe-tipe kayak gini kebanyakan adanya
di perkantoran. Dan sebagai bidan yang kerjaannya nggak jauh-jauh dari rumah
sakit, hal semacem itu udah kayak kacang, banyak banget! Yang paling sering
kena omelan senior tuh ya mahasiswa praktikan kebidanan, keperawatan, co-ass,
dan sejenisnya yang nggak bisa diabsenin satu-satu di sini.
Mahasiswa yang
statusnya cuma numpang belajar di rumah sakit doank tuh ya sudah pasti dan tak
bisa terelakkan bakalan dapet perlakuan yang kurang menyenangkan dari
seniornya, maksudnya yang punya jabatan dan kerja di instansi rumah sakit
tersebut, kecuali kalo mahasiswanya itu anak pejabat, dijamin kulit mulus bebas
bulu. Intinya, dulu jaman gue jadi mahasiswa kroco, sudah jadi makanan
sehari-hari bahasa kasarnya ditindas oleh ibu-ibu dan mbak-mbak bidan maupun perawat. Kalo
anak-anak co-ass yang kroco, mereka jadi bahan makanan sehari-harinya para
dokter, dan berasa jadi piala dunia oleh bidan dan perawat setempat. Apalagi
kalo si co-ass nya ganteng macem Taylor Lautner atau cantik macem Ken Dedes
jaman masih perawan. Yah begitulah hidup. Menjadi nomor dua itu emang nggak
enak, tapi herannya mbak Astrid kenapa bangga banget nyanyi “Jadikan aku yang
kedua”. Padahal Rhoma Irama aja pengen jadi orang nomor satu di Indonesia,
walau hanya bermodalkan gitar dan karpet di dadanya. Ups!
Baiklah, untuk
selajutya gue akan membuktikan dengan menjabarkan satu persatu
senioritas-junioritas yang sudah mendarah daging di kalangan pelajar Indonesia
tercinta ini. Seperti yang kalian ketahui, sesungguhnya pem-bully-an yang dilakukan oleh para kaum
senior terhadap juniornya itu adalah tindakan yang nggak logis, hanya karena
ingin dianggap memiliki power dan
keberadaannya diakui oleh warga sekitarnya. Guobloknya lagi, pem-bully-an oleh senioritas itu cuma karena
persoalan sepele yang cenderung norak bin alay bin lebay bin nggak masuk akal
bin masuk angin bin sakit wal sekarat. Berikut ini adalah contoh nyata di
kalangan pelajar dari SD-SMA, berdasarkan pengalaman gue yang hobi menjadi
pengamat alias observer yang banyak makan asam garam dan asam lambung
dan…….asam asam pisang pisangku belum masak…
Contoh-contoh nyata di TKP, Gaaaaaaan:
1.
Kita
mulai dari jaman SD alias Sekolah Dasar alias akil baligh aja belom.
Jaman gue SD kelas 4, gue punya
temen, sebut saja Anisa. Dia dilabrak oleh kakak kelas 5 di kamar mandi sekolah
hanya karena seorang cowok, sebut saja Morgan. Jadi, kakak kelas yang bernama
Nunung menuduh bahwa Anisa adalah sesosok adek kelas yang kecentilan hingga
pada akhirnya Morgan yang kece badai dunia akherat di sepanjang segala abad itu
lebih memilih untuk jatuh di pelukan Anisa daripada dirinya. Dalam hal ini yang
disalahin adalah Anisa sebagai adek kelas, dia nggak mau liat dari sudut
pandang si cowok, Morgan. Ya kalo menurut gue apa pentingnya sih ngrebutin
cowok? Mungkin, dugaan gue, Nunung selalu berpikir bahwa cuma tinggal tersisa 1
cowok di dunia ini. Pada sisi ini, Nunung sebagai kakak kelas memanfaatkan
label “senior”-nya sehingga dia berani ngelakuin apa yang menurut dia baik buat
dirinya, namun dia nggak mementingkan nasib juniornya. Gue masih inget lho,
sampe temen gue si Anisa itu nggak berani berangkat sekolah hanya karena taku
dilabrak lagi oleh Nunung.
2.
Baiklah,
sekarang gue mulai lagi dari jaman SMP. Jamannya Peterpan yang digawangi Ariel
meroket tajam, setajam silet.
Temen SMP gue, sebut saja Mawar,
Mahir Menawar, ini beneran di usianya yang baru 12 tahun, dia lihai banget
nawar harga di pasar, entahlah mungkin ibunya telah mewarisi jurus tawar
menawar pada dirinya. Di samping mahir menawar, Mawar juga merupakan sosok
gadis SMP yang tidak diragukan kecantikan luarnya, luarnya lho ya, kalo
dalemnya mah gue sama tetangga gue juga nggak tau. Oleh karena kecantikannya
yang semena-mena, dia dilabrak dan diteror oleh kakak kelas dengan alasan,
kakak kelas nggak suka sama temen gue, karena dia cantik dan dianggap suka
tebar pesona kepada para kakak-kakak kelas cowok yang notabene mereka cukup
bening dan merupakan vitamin A 1 juta IU deh, pokoknya bikin minus mata
berkurang. Suatu kejadian yang lagi-lagi cukup janggal wal enggak masuk akal
apalagi masuk angin. Ya menurut kalian, salah siapa kalau ada seseorang yang
cantik di muka bumi ini? Hah?! Apa itu salah orang tuanya bisa memproduksi
makhluk mempesona 5 purnama 6 mentari 7 simpati 8 axis? (lha kok jadi ngabsenin
provider gini?) Lalu, ataukah itu salah Allah yang menciptakan mahkluk layaknya
bidadari? Enggak kan? Trus apa urusannya juga si kakak kelas ngelabrak adek
kelasnya hanya karena alasan tolol yang menurut gue itu kelakuan orang nggak
punya kerjaan dan suka nyari musuh! Oh meeen, kalian liat deh remaja-remaja di
Palestine yang bahkan setiap harinya diliputi rasa ketakutan akan keamanan
dirinya maupun keluarganya. Mereka bahkan hanya menginginkan kedamaian seumur
hidupnya, sementara kalian remaja Indonesia hobi banget sih nyari musuh?!
Anyway, menurut kacamata gue, ini adalah alasan senior dalam proses denial. Mereka menolak kehadiran
seseorang yang mungkin akan menjadi lawannya, dalam hal ini adalah dalam rangka
merebut hati seorang lelaki yang diidam-idamkan. So, untuk bisa survive, yang
mereka lakukan adalah melakukan segala cara termasuk menganiaya batin adek
kelas.
3.
Di
kalangan pelajar SMA, jaman belum ada Friendster, apalagi Twitter.
Gue dan temen-temen SMA lainnya
juga merasakan hal yang sama, dengan alasan untuk pembentukan mental yang
tangguh, maka dari mulai OSPEK sampe punya adek kelas dan kakak kelas, kami sering
banget dapet makian dan dibully
secara terang-terangan maupun terselubung. Gue nggak yakin kalo itu semata-mata
untuk pembentukan mental, bahkan keyakinan gue menyatakan bahwa hal tersebut
hanya karena keinginan untuk balas dendam atas apa yang telah mereka terima
dari kakak kelas mereka. Hal yang aneh namun sudah lumrah di kalangan pelajar
di Indonesia, sama lumrahnya kayak menu daun singkong dan cabe ijo di masakan
padang.
So, di jamannya Jokowi bukan lagi menjadi perjaka, apa masih layak adanya senioritas-junioritas? Apa kalian masih
suka memplonco junior kalian demi sebuah penghargaan semu dari orang-orang
sekitar? That’s a question of life!
*macak ala Deddy Corbuzier*